Soal Niat Menulis
Ketika menulis di dinding facebook, rasanya mudah sekali. Lancar. Edit langsung posting. Tapi jika di microsoft word, menulis untuk media, Ya Rabb.. lambat sekali rasanya. Ngedit bisa berjam-jam.
Meskipun, secara subjektif saya menilai, kualitas tulisan di facebook dan media sebenarnya sama saja. Sama-sama tidak bagus. Tapi mengapa proses menulis untuk media lebih sulit.
Mulanya saya duga menulis untuk media terasa sulit, karena relatif lebih panjang. Sementara status facebook tidak. Tapi setelah tak pikir, tidak juga. Saya pernah menulis status facebook panjang tanpa kesulitan.
Setelah saya pikir lagi, penyebab ada pada niat. Nulis di media dan facebook beda niat rupanya. Menulis untuk media tentu ada tuntutan untuk bagus, ada keinginan untuk dibaca. Bahkan kadang ingin viral dan dikenal.
Niat ini bisa muncul dari sifat pribadi dan juga dari media. Sebagai manusia, wajar-wajar saja jika tulisan yang ditulis, dengan susah payah itu, ingin dibaca orang lain. Manusiawi. Media juga, dengan varian orientasinya, baik profit maupun non, tentu ingin kontennya dibaca. Sehingga mereka menetapkan standar kelayakan untuk tulisan agar dimuat. Mediawi lah itu.
Dua hal ini bisa saling mempengaruhi. Kita ingin apa yang kita tulis dibaca, media juga ingin tulisan yang dibuat banyak yang baca. Hubungan keduanya terakumulasi, menyublim menjadi sebuah niat: kapitalisasi tulisan.
Logikanya senarai dengan membuat produk. Untuk laku di pasaran, Anda harus bikin tulisan yang bagus. Karena di jagat media, tulisan bagus berhamburan. Jika tulisanmu buruk, siapa mau baca. Lalu, bagaimana bisa terkenal?
Logika ini ada benarnya. Tapi konsekuensinya adalah kelambanan. Mending kalau cuma lamban, tapi kalau jadi takut untuk menulis? Karena takut tulisan jelek, dan tidak ada yang baca. Lalu, kapan kita mulai menulis.
Saya yakin, esais seproduktif Cak Nun, tidak punya keinginan tulisannya menjadi terkenal. Dia menulis karena ada keresahan bukan karena ingin dibayar. Jadi menulis lepas saja, mengalir.
Disisi lain, saya banyak kenal esais dan kolomnis di media.Tulisan mereka bagus, tapi kuantitasnya hanya satu essay saja dalam seminggu. Bandingkan dengan Cak Nun, yang bisa menulis hingga dua sampai tiga essay dalam sehari. Cek saja Caknun.com.
Kita tidak tahu apa niat pasti Cak nun dalam menulis. Tapi saya yakin, produktifitas beliau terletak pada niatnya. Jadi beda niat beda produktifitas dan kualitas. Saya misalnya, lebih produktif menulis status ketimbang nulis untuk media. Kenapa, karena nyetatus niatnya buat hepi-hepi saja.