Seni Menentukan Margin

Aef Setiawan
3 min readMay 17, 2020

--

https://unsplash.com/photos/goFBjlQiZFU

Sudah lama saya gak nulis blog karena sekarang lagi nggarap bisnis baru. Bisnis sederhana ajasih yang penting cash-flow nya cepet. Soalnya dimasa pandemi kaya gini, pilihan peluang bisnis gak sebanyak kaya pas waktu normal.

Saya dan teman-teman sekarang main di bisnis gula pasir. Pilihan yang senenarnya didorong oleh kebutuhan survival, karena bisnis utama semasa normal terpaksa harus off karena pandemi.

Bisnis gula pasir itu marginnya kecil, tapi kelebihannya cash-flownya bisa cepet. Kalau dalam bahasa sederhana, perputaran uangnya cepet. Invest uang 100 juta, dalam seminggu sudah balik berikut marginnya.

Dan itu adalah ciri khas bisnis di sektor bahan pokok, muternya cepet tapi marginnya tipis banget. Sedikit ada kesalahan manajerial, marginnya bisa kegerus.

Dari tadi saya nulis soal morjan-marjin terus, kira-kira apa ya itu marjin? Nah, di tulisan kali ini saya emang mau spesifik bahas tentang margin. Karena banyak banget orang yang blm bisa bedain konsep margin sama untung. Terutama buat yang baru masuk ke dunia bisnis.

Konsep Margin

Secara konseptual margin sama untung (profit) itu beda. Konsep margin itu sederhana aja sebenarnya. Yaitu selisih antara harga beli dengan harga jual. Biar gampang saya buatin contoh dari bisnis gula yang sedang saya lakoni.

Misal, saya ambil gula dari gudang jakarta harga 13.500 per kilo gram. Kemudian saya jual ke konsumen seharga 14.000. Ada selisih 500 disitu. Selisih antara harga beli dan harga jual itu yang disebut margin.

Sekali jual gula pasir biasanya 10.000 kg (10 ton) untuk satu konsumen. Dengan margin 500 rupiah per kg, saya bisa dapat margin 5.000.000 sekali jual (500x 10000).

Ingat ya, uang 5 juta ini margin bukan untung. Bahasa lain dari margin itu gross profit atau laba kotor. Kenapa disebut laba kotor?

Karena dari 5 juta hasil jualan gula pasir itu harus dikurangin biaya operasional. Misalnya harus bayar ekpedisi Jakarta -Purwokerto. Bayar supir buat distribusi ke konsumen, bayar kuli muat-bongkar, biaya pulsa dan lain sebagainya.

Setelah dikurangin semua biaya operasional, disini kamu boleh sedih atau seneng setelah lihat hasil akhirnya. Kalau setelah dikurangin semua biaya hasilnya negatif, berarti kamu rugi. Kalau positif artinya ada untung. Kalau hasilnya pas, berarti gak rugi dan juga gak untung.

Margin itu Seni

Kamu pernah gak sih membandingkan harga di dua toko swalayan. Misal di swalayan A, harga Mie Instannya 2.500 dan harga sarden 12.000. Di swalayan B harga Sarden 11.500 tapi harga Mie Instannya 3.000. Ini namanya seni menentukan margin.

Swalayan menutup kehilangan margin dari setiap penjualan mie instan sebesar 500 rupiah dengan cara menjual sarden lebih mahal. Tapi bagaimana kalau kalau mie instan laku keras tapi sardennya tidak laku? Nah, itu dia resikonya.

Manager toko harus menutup kehilangan margin dengan produk lain yang juga diminati konsumen. Produk apa? tidak ada rumus pasti. Makanya menentukan margin itu lebih ke seni ketimbang rumusan baku.

Karena dalam margin itu ada biaya-biaya tertentu yang harus di cover. Kalau terlalu kecil nentuin margin, atau produk lain gagal menutup marginnya seperti cerita mie instan dan sarden tadi, maka bisnis bisa rugi atau kalau untung tipis banget. Gak menarik.

--

--