Refleksi Akhir Agustus

Aef Setiawan
3 min readAug 24, 2020

--

Ini Senin terakhir di bulan Agustus. Jujur ini bulan terbaik sejak pandemi di awal Maret lalu. Terutama dari segi finansial, alhamdulilah mulai membaik.

Tapi jika dihitung mingguan, bahkan dalam harian, masih banyak banget waste-nya. Waste dalam bahasa Indonesia waste itu sama dengan ampas.

Dalam ilmu manajemen, waste adalah lawan dari productivity. Terlalu banyak waste artinya banyak kerja yang gak efisien dan efektif.

Saya berharap, Refleksi ini bisa membantu saya bisa bekerja lebih efisien di bulan September nanti.

Oh ya, tulisan ini bersifat personal dan reflektif. Jika kebetulan kalian mampir dan mengambil mamfaatnya, alhamdulilah.

Kelola energi, bukan waktu

Saya punya banyak waktu, namun energi selalu terbatas. Dan mengelola energi tidak semudah mengelola waktu.

Energi itu bagian dari emosi. Bahkan ada yang bilang, emotion is energy in motion. Saya harus belajar ngelola emosi supaya punya cukup energi.

Energi terbaik saya ada di waktu pagi. Jam 8.00 sampai jam 12.00. Seharusnya itu adalah waktu untuk melakukan pekerjaan sangat penting. Seperti mengerjakan project atau mengejar target sales.

Setelah jam itu biasanya energi melandai. Bisa digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang low focus. Menonton video, baca buku, atau sekadar sharing bareng teman.

Tapi sering kali saya masih terbalik. Energi terbaik saya digunakan untuk menonton, dan energi sisa untuk bekerja.

Kerjakan satu hal dalam satu waktu

Bulan ini saya mengerjakan dua hal. Pertama adalah nyambi mengerjakan project website. Dua ikut kontest Affiliasi kursus pedagang tajir. Ini adalah dua hal yang sama sekali berbeda cara kerjanya.

Awalnya saya berpikir bisa membagi waktu. Faktanya saya memang bisa membagi waktu, karena waktu saya masih banyak. Tapi tidak dengan energi. Jika project pertama saya kasih waktu empat jam dengan energi penuh.

Sementara kontes affiliate saya kerjakan dengan waktu yang sama tapi dengan energi yang sedikit. Bulan depan, cara kerja seperti ini harus dirubah. Karena dua pekerjaan itu menunjukan progress yang lambat sekali.

Jika saya memilih salah satu, bisa jadi akan ada progress yang cepat.

Buat Aturan yang Ketat

Teman saya cerita tentang bagaimana dia membuat aturan yang sangat strict dalam beriklan. Misal, Cost Per Million (CPM) tidak boleh lebih dari 10.000 dan Cost Per Aquisition (CPA) tidak boleh lebih dari 15.000. Buat saya ini menarik.

Dalam melakukan suatu aktivitas, seharusnya saya juga menerapkan ukuran. Punya aturan standard. Sejauh ini belum. Misal, dalam 7 hari harus dapat 35 prospect. Kalau ngerjain landingpage tidak boleh lebih dari 90 menit. Kalau ketemu orang, harus dijam segini dan berapa lama. dst.

Sayangnya saya tidak punya aturan semacam ini. Seminggu kedepan saya akan coba terapkan aturan-aturan standard.

Filosofi belajar : Make a progress

Ketika masih di kampus, tujuan belajar saya adalah gimana saya menjadi lebih pintar dalam gagasan. Kemampuan intelectual saya diarahkan kesana. Buku bacaan juga digunakan untuk menunjang itu semua:

Bagaimana saya bisa menghasilkan gagasan yang cemerlang, dan kalau bisa jenius. Itulah filosofi pendidikan di sekolah formal pada umumnya. Jika kamu kuliah, tapi tidak punya gagasan dan pandir dalam berpikir, maka ada yang tidak beres dalam studimu.

Tapi setelah saya renungi, cara belajar seperti itu tidak relevan lagi setelah pasca kampus. Saya tetap membaca buku, termasuk buku-buku filsafat. Saya ingin tetap bisa mengeluarkan gagasan dan menjaga kapasitas inteletual saya. Namun, saya harus harus melampaui itu semua.

Tujuan belajar setelah pasca kampus adalah membuat progress. Secanggih apapun ide yang saya buat, tapi jika tidak menghasilkan progress, maka saya gagal belajar. Setiap pengetahuan yang saya baca itu harus menghasilkan progress atau berdampak pada apa yang saya kerjakan.

Kalau tidak ada progress, berarti saya tidak belajar.

Bedakan mana gagasan, mana ilusi

Saya pernah mikir kaya gini. Punya gagasan bikin pesawat luar angkasa untuk pergi wisata ke Mars itu ide yang brilian kalau yang ngomong orang sekaliber Elon Musk. Tapi kalau yang punya gagasan itu saya maka itu bukan ide brilian tapi delusi.

Elon musk punya Space X, perusahaan yang mampu bikin roket buat ke luar angkasa. Sementara saya? Perusahaanpun tidak punya. Jika saya tiap hari ngomongin itu, artinya sedang berdilusi.

Gagasan hebat buat ukuran orang seperti saya adalah, gimana meningkatkan penjualan dua kali atau 10 kali lipat dari bulan sebelumnya. Misal bulan ini cuma bisa jual 10, gimanaca caranya bulan depan jadi 20 atau 100.

Tapi kalau gagasan yang saya buat adalah gimana caranya bikin perusahaan multi-million dollar bulan depan, itu akan terdengar keren. Tapi sebenarnya adalah delusi besar. Kenapa? karena gak nyambung dengan kondisi saya saat ini.

--

--