Seni Mendengar

Aef Setiawan
2 min readDec 16, 2019

--

https://unsplash.com/photos/cKT0oJL9vMI

Konon, manusia adalah satu-satunya jenis binatang yang pandai berbicara. Dengan kepandaian yang spesial ini, manusia mulai membangun kebudayaan dan peradaban yang lebih agung ketimbang gerombolan babon di Afrika atau kadal di semak-semak belantara Papua.

Sampai sekarang manusia tetap gemar berbicara, terutama berbicara tentang dirinya sendiri. Saya punya teman yang gemar bercerita tentang keahliannya beteranak semut, pengalamannya bertemu jin, atau mengintip kucing kawin. Jika kamu bertemu manusia seperti ini, terus berbicara meskipun tidak mutu, maka dengarkanlah.

Mendengar adalah kemampuan yang sulit sapiens. Untuk menjadi pendengar yang baik, ia harus sabar dalam berlatih. Dan hampir tidak ada latihan yang mudah. Kisah saya berlatih mendengar adalah saat membuat surat kehilangan di kantor polisi.

Sembari menunggu surat selesai di ketika, seorang polisi bercerita tentang pengalamannya berjualan knalpot di shoope, menangkap maling di Grendeng, dan cerita masa kecilnya di Semarang selama dua jam, tanpa memberi kesempatan saya untuk berbicara.

Mendengar orang terus bercerita level sulitnya itu mirip seperti berlatih salto. Selain harus tabah, kamu juga harus pandai mengajukan pertanyaan-pertanyaan agar ia terus asyik bermonolog. Konon, puncak dari keahlian mendengarkan adalah saat ia mulai menceritakan hal-hal penting mengalir begitu saja, seperti seorang Direktur menceritakan rahasia perusahaan pada gundiknya.

Hukum tidak tertulis lain dalam dalam mendengarkan adalah jangan sesekali kamu menceritakan tentang dirimu jika dia tidak bertanya. Itu tandanya ceritamu tidak penting, maka, ketika ia berbicara, dengarkan sampai usai.

--

--