Kenapa Kita Malas?

Aef Setiawan
2 min readJul 13, 2020

--

Saya ingin mengurangi berat badan. Lalu self-workout dengan menonton channel youtube Emi wong, pakar kebugaran dari hongkong. Tidak lama, hanya 23 menit. Tapi setelah itu badan sakit sampai seminggu. Saya, tidak pernah lagi workout karena takut badan sakit.

Saya juga ingin melajar email marketing dengan metode list building. Rencananya hal teknis bisa dipelajari dalam tiga hari. Bikin copywriting, bikin leads magnet, bikin funnel dan setup emailnya.Ternyata itu semua tidak mudah. Ketimbang berlatih, saya lebih sering scroll twitter atau nonton youtube.

Padahal workout 23 menit sehari itu sebentar. Latihan belajar teknis email marketing 2–3 jam dalam sehari itu gak lama. Karena kalau main medsos dan nonton youtube bisa sampe 4 jam. Jadi, saya lebih senang bermalas-malasan ketimbang mengerjakan hal penting.

Saya coba merenungkan. Kenapa saya sering bermalas-malasan. Suka goleran kaya kucing.

Menurut saya kemalasan dimulai dari cara berpikir yang salah. Alih-alih berpikir menyelesaikan pekerjaan itu pasti ada kesulitan, penuh tantangan, dan kompleks, orang lebih suka berpikir bahwa setiap pekerjaan itu penuh kemudahan.

Misal saya berpikir menyelesaikan masalah berat badan itu gampang. cukup workout dan atur pola makan. Tapi begitu tau workout 23 menit saja sudah teler, saya tidak mau gerak lagi. Karena realitas tidak seperti yang dipikirkan. Inilah yang membuat saya bersikap malas.

Tapi kenapa orang kuat mainan twitter, instagram atau nonton serial di netflik kuat berjam-jam? Karena itu semua bisa dilakukan dengan mudah, effortless.

Maka, solusi untuk menyelesaikan rasa malas dimulai dengan dari pikiran. Benahi mindsetnya dulu. Yaitu kesadaran bahwa setiap pekerjaan itu pasti berisi kesulitan, tantangan dan kompleksitas yang harus dihadapi.

--

--