Habitus

Aef Setiawan
2 min readFeb 16, 2018

Bagaimana nasib seseorang di masa depan, sebenarnya sudah bisa dilihat dari kebiasaannya saat ini. Piere Burdeiu menyebutnya Habitus. Habits, kebiasaan.

Jika kamu biasa hidup disiplin, entah itu dalam waktu atau pekerjaan masa depan yang baik ada dalam genggaman. Jika punya kebiasaan jujur dan punya prinsip, pertanda hidup di masa depan dengan terhormat.

Tapi kebiasaan membentuk kebiasan baik tidak mudah. Kita perlu melakukannya berulang-ulang. Harus sabar, hormati setiap prosesnya. Konon, manusia butuh 30 hari untuk membentuk kebiasaan baik tapi cukup sehari untuk membiasaan perilaku buruk.

Sebagai muslim, membiasakan shalat tiap waktunya itu tidak mudah. Perlu ketekutan dalam waktu lama. Tapi untuk tidak shalat, cukup tinggalkan dalam sehari saja. Nanti akan malas seterusnya.

Begitu juga menulis, perlu kebiasaan yang di ulang setiap hari. Agar semuanya menjadi biasa. Orang harus terus menulis, dan menulis. Agar terbiasa menulis. Tapi bagaimana menghancurkan habitus itu, cukup tidak menulis dalam sehari. Nanti bisa malas seterusnya.

Jadi seperti kata pepatah, hujan setahun dihapus panas sehari.

Bagaimana kebiasaan dibentuk, sebagaimana nasihat tetua, adalah selaras dengan keinginan atau mimpi kita. Jika ingin menjadi pengusaha, maka buatlah kebiasaan sebagaimana pengusaha. Misal, jujur dan disiplin.

Jika ingin menjadi akademisi, tekunlah membaca dan disiplinlah dalam menulis. Menjalani studipun tentu harus sungguh-sungguh. Itu, jika ingin jadi akademisi yang baik.

Rasanya sulit dinalar akal sehat, jika punya cita-cita jadi pengusaha tapi kebiasaan pemalas. Pembohong pula. Bagaimana menjadi akademisi yang baik jika, membaca malas dan menulis tak bisa.

Jadi masa depan, saya pikir, bukan suatu yang tak bisa diprediksi. Bagaimana nasib kita esok sudah bisa dilihat. Meskipun setiap prediksinya tidak selalu kebenaran. Tapi setidaknya kita punya acuan dan gambaran.

--

--