Draft TOR

Aef Setiawan
1 min readFeb 20, 2018

--

Semejak disahkannya Undang-undang nomor 21 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2011, perbankan dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) berada dibawah pengawasan OJK. Lembaga independen yang mengawasi, memeriksa, mengatur dan menyidik semua lembaga keuangan, kecuali Koperasi.

Sebab koperasi berada di bawah naungan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Sebagaimana amanah undang-undang no 17 tahun 2012, yang meskipun telah dibatalkan, dan kembali pada aturan koperasi sebelumnya, kewenangan pengawasan masih ada tangan Kementrian Koperasi. OJK berperan secara tidak langsung

Di lapangan, mudah sekali ditemui banyak kasus koperasi yang merugikan masyarakat. Lembaga Kekuangan Koperasi begitu mudah mendapat dan meminjamkan uang tanpa pengawasan yang ketat. Kasus Investasi bodong oleh PT Cakrabuana Sukes Indonesia yang mendirikan Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) adalah salah satu contohnya. Mereka menghimpun dana dari masyarakat dengan imbal balik 5%.

Banyaknya Lembaga Keuangan berbadan hukum koperasi yang menyimpang sebenarnaya bukan hal baru. Banyak koperasi yang menghimpun dan menyalurkan dan ke keluar anggota dengan bunga yang tinggi. Mencekik. Ini masalah. sebab, sesuai aturan, koperasi tidak boleh melepas pinjaman diluar anggotanya.

Banyaknya masalah di koperasi, memunculkan pertanyaan. Bagaimana sebenarnya mekanisme pengawasana oleh Kementrian Koperasi dan KUMKM. Apakah sebatas pencegahan atau sampai pada titik penindakan sebagaimana OJK. Ini penting mengingat banyak Lembaga Kekuangan Koperasi yang, alih-alih bermamfaat, justru merugikan masyarakat. Sehingga perlu mencari jalan keluar agar Lembaga Keuangan koperasi bisa diselenggarakan lebih tertib.

--

--